Di ruang sempit itu solidaritas tumbuh tanpa syarat. Bahkan lintas fakultas juga ada di dalamnya, bukan karena tingkatan yang sama, tapi karena mimpi yang senada. Di balik dinding kusam yang sampai kian kini belum termodifikasi, kami belajar lebih banyak gambaran daripada dinding-dinding bersih namun tak ada makna dan (bersama) tentang perjuangan.
Setiap malam yang larut tidak pernah sepi, sebab selalu ada yang menetap untuk menyusun strategi, atau sekadar menjaga api semangat tetap menyala. Kini, semua itu hanya tinggal cerita yang digantung dalam ingatan kolektif. Ruang yang kerap di katakan sekretariat dulu hidup, kini seperti puisi yang kehilangan bait terakhirnya. Menggantung di udara, menunggu diselesaikan, menanti dihidupkan kembali.
Begitulah, seperti sore di ketinggian gedung H bersama matahari tenggelam yang datang dengan sunyi namun tidak akrab karena cuaca, juga seperti ruang (sekretariat) yang dulu riuh, kini terlihat sepi (tertutup rapat) seperti menolak disinggahi. Aktivitas yang terlihat rame, mondar-mandir kendaraan tanpa tujuan dan diamnya perkumpulan produktif terbangun terus-terusan.
Arah perubahan yang dulu menjadi urat nadi kampus kini seperti tubuh yang kehilangan denyut. Kegiatan digelar seadanya meski berjalan di waktu setengah dari periodesasi, kaderisasi berjalan setengah hati, dan ruang-ruang yang dulu penuh tawa kini hanya menyimpan suara angin dan makhluk gaib.
Partisipasi konsistensi merosot bukan hanya karena malas, akan tetapi mungkin juga karena tak merasa di gunakan produktif. Tak ada suara yang cukup kuat untuk bertukar pikiran, tak ada teladan yang cukup nyata untuk diikuti. Mereka berjalan di jalan tikus area hanya melewati ruang-ruang baru yang ketika pertama kali di lihat itu hanya menatap dan bertanya, ini ruang apa?
Mungkin ini seperti film. Ketika di tekan play ini akan memakan waktu dengan durasi yang harus habis, atau seperti film yang ketika di jeda, durasi akan tertahan?
Sampai hari ini bahkan bukan keterlambatan. Lilin yang berukuran beberapa centimeter juga dapat menyalakan ruang yang gelap (kini) asal kontribusi penuh bukan persoalan hanya kumpul belaka, melainkan memberi dan rela menyala siapkan koreknya. Artinya tetap dapat di hidupkan kembali.
Mari datang lebih dulu dan duduk, membuka mata dan bergegas berjalan ke ruang itu. Karena perubahan selalu datang dari mereka yang tidak menunggu ramai. Ruang itu tak pernah benar-benar mati, ia hanya tertidur, menunggu untuk dibangunkan oleh mereka yang masih percaya bahwa gerakan mahasiswa bukan legenda, tapi masa depan.
Penulis:Asyraf Assegaf
Mahasiswa Hukum Ekonomi Syariah
31 Mei 2025